Blog Seputar Dunia Psikologi

Keluhan Ibuku

Artikel Diary Curhat Di Lapak Psikologi
Perkenalkan, namaku Adelia (samaran). Aku seorang mahasiswi di salah satu kampus di daerah Jawa Barat dan selalu memiliki cita-cita untuk hidup bahagia. Menjadi anak yang disayang oleh orang tua dan dapat bergaul dengan teman sebaya. Ya.. setidaknya itulah yang aku inginkan saat ini.

Aku ingin mengeluh, berteriak, bercerita atau apapun itu ingin aku lakukan agar aku dapatkan kebahagiaanku. Menjadi anak terakhir yang dilahirkan oleh ibu, cukup membuatku tersiksa. Setiap kali aku harus begadang agar aku dapat melayani ibu yang mengalami trauma akibat ayah yang tidak jujur pada ibu dan keluargaku.

Ayahku seorang PNS yang mengabdi kepada negara. Menikah dengan ibu yang pada waktu itu masih umur 19 tahun. Memiliki suami seorang abdi negara, memaksa ibu bersabar tidak bertemu ayah setiap hari. Tetapi aku tetap bersyukur, setidaknya seminggu sekali ayah pulang. Membuat ibu dan saudaraku masih merasa memiliki seorang pemimpin keluarga.

Waktu terus berganti. Kejadian yang tidak pernah aku dan keluargaku bayangkan terjadi. Ayah yang seharusnya menjadi sosok panutan keluarga membuat kami sangat kecewa.

Ayah menikah lagi!

Kabar tak sedap itu mengganggu pikiran kami. Terutama aku, si bungsu diantara saudaraku. Shock! Sudah pasti! Kecewa! Tentu saja! Bagaimana mungkin ayah yang menjadi sosok panutan keluarga kami telah membuat "AIB" di keluarga kami? Kesal! Marah! Bahkan aku pernah mencoba untuk bunuh diri karena hal ini. Apalagi ibu!

Ibu merasa teramat sangat kecewa. Bahkan melebihi kekecewaan kami putra putrinya. Bayangkan saja, bagaimana rasanya mendengar keluhan ibu setiap hari. Keluhan tentang sikap Ayah yang aku sendiri sangat membencinya. Menikah hingga 5 kali! dan salah satu dari ke 5 istrinya itu adalah mertuanya sendiri!

Ibu selalu bercerita tentang kisah yang sama sejak keburukan ayah terungkap. Waktu itu, masih ada 5 saudaraku yang mau mendengar dan menghadapi keluhan demi keluhan kekesalan atas sikap ayah. Sedangkan sekarang? Aku menghadapinya sendiri karena semua saudaraku sudah menikah. Aku harus mendengarkan kisah ibu sampai aku sendiri jengkel. Pernah suatu kali kejengkelanku memuncak, akupun secara refleks menyahuti cerita ibu, "Bu.. apakah kehidupan ibu tidak pernah terisi dengan kebahagiaan? Atau ibu move on dari kejadian masa lalu? dan juga Ayah kan sudah meninggal?!" Seketika itu ibu langsung diam. Tetapi diamnya ibu hanya bersifat sementara. Besok, pasti aku dengarkan kembali cerita yang membosankan dan menjengkelkan.

Sampai detik inipun, ibu tetap seperti itu. Pernah ibu dibawa ke hipnoterapis agar ibu dapat move on dari traumanya tersebut. Hasilnya? Gagal Total. Aku tidak tahu sampai kapan dapat bertahan mendengar keluhan ibu. Aku hanya dapat berharap, bahwa Tuhan memberikan kebahagiaan padaku sesegera mungkin. Walaupun aku bisa saja mencari kebahagiaanku sendiri dengan cara ngedrugs, minum-minuman keras atau masuk dalam pergaulan bebas. Tetapi pikiran warasku masih berfungsi dengan baik walau aku butuh untuk dikuatkan.

Ya... Itulah secuil kisahku yang ingin aku bagikan walau sebenarnya aku ingin membagi semua kisahku disini. Tak ketinggalan aku berdo'a kepada Tuhan agar kelak aku bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku dan menemukan pasangan yang lebih baik dan sayang sepenuh hati.

0 Komentar untuk "Keluhan Ibuku"

Back To Top