Dunia ini, panggung sandiwara. Ceritanya mudah berubah. Kisah Mahabarata
atau tragedi dari Yunani. Setiap kita, punya satu peranan, yang harus
dipermainkan. Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura.
Kamu yang lahir tahun 80 – 90 an,
pasti tidak asing lagi dengan lirik lagu di atas. Lagu yang dipopulerkan oleh Achmad Albar, Nike Ardila dan banyak musisi lain ini berjudul Panggung
Sandiwara. Pernah gak kita berpikir kalau lagu tersebut mengajarkan secara
tersirat tentang makna Peran?
Ada satu pepatah yang sangat
populer di kalangan akademisi, yaitu “Sebelum
memahami orang lain, pahamilah dirimu sendiri”. Disinilah muncul anggapan
dari beberapa akademisi bahwa memahami peran sangatlah penting. Lalu apa sih
sebenarnya peran itu?
Menurut KBBI peran merujuk kepada
peran1/pe·ran/ n 1 pemain sandiwara
(film): -- utama; 2 tukang lawak pada permainan makyong; 3 perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat; Sedangkan
menurut Carol Wade dan Carol travis dalam buku Psikologi edisi 9 jilid 1 menyebutkan bahwa peran adalah kedudukan sosial yang diatur oleh
seperangkat norma yang menunjukkan perilaku yang pantas.
Dari definisi di atas kita
memahami satu hal bahwa setiap diri kita selalu memainkan sebuah peran. Peran
disini dalam kehidupan sehari-hari sangatlah beragam. Setidaknya kita memainkan
2 peran dalam sehari.
Contohnya : ketika sedang di
rumah. Kita memerankan peran sebagai Anak, ibu atau ayah. Seorang anak akan
dituntut untuk memainkan peran sebagai orang yang harus taat kepada orang tua.
Menghormatinya dan berbakti kepada ayah dan ibunya. Ketika kita keluar rumah. Peranan
kita sebagai anak tetap kita bawa. Kita harus memenuhi tugas menjaga nama baik keluarga
besar secara umum dan kedua orang tua secara khusus. Di lain sisi, kita juga
memainkan peran sebagai teman dari orang-orang di sekitar kita. Saling berinteraksi
dengan teman sebaya. Bekerja sama satu sama lain. Kita juga memerankan peran
sebagai murid ketika kita berada dalam lingkup sekolah. Singkatnya dalam satu
waktu kita dapat memerankan peranan tersebut sekaligus. Menjadi anak, teman dan
murid.
Banyaknya peran yang kita mainkan
sekaligus, seringkali membuat bias cara berpikir kita. Hal ini berpengaruh pada
penilaian kita pada orang lain. Contohnya dalam pekerjaan : Orang yang biasanya
memerankan pekerjaan sebagai seorang prajurit. Ketika ia mencoba beralih peran
sebagai seorang guru PAUD, pasti akan kelabakan. Menyesuaikan sikap seperti
guru PAUD. Begitu pula dengan orang yang memerankan dirinya sebagai pemimpin. Maka
akan dianggap aneh ketika dia terlihat konyol
waktu bersantai dengan para orang yang dipimpinnya. Mereka akan keheranan
melihat sisi lain dari pemimpinnya.
Kalau kita kembali pada esensi dari peran itu sendiri, kita akan
memahami satu hal. Bahwa sangat penting bagi
kita untuk membuat kotak-kotak peran. Kotak-kota peran yang dimaksud adalah
kemampuan menaruh (mengkategorikan) apapun sesuai dengan tempatnya (esensinya).
Agar lebih mudah menguasai kemampuan ini, kita harus menyepakati bahwa setiap
orang memiliki peranan yang bermacam-macam dan setiap peranan, tersambung
langsung dengan fitrah (esensi) manusia itu sendiri.
Fitrah (esensi) setiap orang akan
dipandang berbeda jika kita memandangnya dalam sudut yang berbeda. Kalau kita
memandang dalam sudut nativisme, kita
akan melihat manusia tersebut membawa sifat kedua orangtuanya. Berbeda lagi
ketika kita memandang dalam sudut empirisme,
kita akan melihat orang tersebut melalui
pengalaman yang dilaluinya dan masih banyak lagi sudut pandang yang bisa kita
jadikan pijakan memandang fitrah manusia.
Lalu bagaimana kita agar lebih mudah memahami semua itu? Kita akan
sambung di artikel yang akan datang.
0 Komentar untuk "Memahami Peran Memahami Setiap orang (Bag. 1)"