Apa persepsi kamu ketika mendengar kata instan? Mudah? Iya. Gak Ribet? Pasti. Praktis? Bener. Semua yang instan-instan rasanya memudahkan setiap orang dalam aktifitasnya. Lauk yang instan semacam corned beer dan ikan sarden. Karbohidrat juga bisa di dapat dari mie instan. Semua serba instan.
Fenomena instan ini, sekali lagi memang memudahkan manusia dalam setiap aktifitasnya tetapi sadarkah kita penggunaan apapun yang bersifat instan, akan mengurangi kemampuan dalam diri kita?
Kita ambil contoh anak-anak yang menggembleng dirinya dengan permainan tradisional pada waktu kecil. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Misbach tahun 2006 yang berjudul Peran Permainan Tradisional yang bermuatan Edukatif dalam Menyumbang Pembentukan Karakter dan Identitas Bangsa memaparkan bahwa permainan tradisional dapat menstimulasi perkembangan anak pada aspek :
- Psikomotorik : Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar dan motorik halus.
- Kognitif : Mengembangkan imaginasi, kreatifitas, problem solving, strategi, kemampuan antisipatif dan pemahaman konstektual.
- Emosi : Menjadi media katarsis emosional, dapat mengasah empati dan pengendalian diri.
- Bahasa : Pemahaman konsep-konsep nilai
- Sosial : Pengkondisian anak agar dapat menjalin relasi, bekerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi dengan berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa dan masyarakat secara umum
- Spiritual : Membawa anak untuk menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat agung.
- Ekologis : Memfasilitasi anak untuk dapat memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana.
- Nilai/moral : Memafasilitasi anak untuk dapat menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.
Kita sadari sendiri, di dalam permainan tradisional, komponen psikologis yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik di dalam diri kita semuanya aktif. Tak heran jika hasil permainan tradisional ini dapat menstimulasi semua aspek yang ada dalam diri kita. Seperti ketika kita masak makanan. Apapun yang kita buat sendiri, rasanya sudah pasti lebih lezat daripada makanan instan. Terlebih lagi makanan yang kita buat sendiri lebih aman dikonsumsi oleh tubuh kita.
Orang-orang yang hidupnya terlalu mudah dan terlalu manja, akan kesulitan dalam menjawab tantangan hidup. Mereka akan lebih mudah mengeluh ketimbang mencari solusi setiap masalahnya. Mereka dipenuhi ketakutan, pesimis, minder ketika menghadapi episode kehidupan baru. Banyak juga dari mereka yang rapuh. Tidak peduli mereka orang pintar, populer atau disenangi orang-orang disekitarnya. Rapuh atau tidaknya pribadi mereka terbentuk dari penyikapan terhadap setiap tantangan yang ada.
Mereka yang cerdas tetapi tidak mampu bergaul, bersosialisasi dengan sekitarnya, bisa menjadi orang yang rapuh, karena tidak memiliki support serta kehangatan pertemanan dari orang-orang sekitarnya. Mereka yang manja dan selalu mudah menjalani hidupnya, mereka akan rapuh ketika orang-orang yang selama ini menyokong dirinya meninggalkannya satu per satu. Mereka yang populer, lebih rapuh daripada mereka yang berjuang keras mendapatkan impian yang dicita-citakannya karena kepopulerannya tersebut membuat dia lupa kalau dia harus berjuang sampai akhir hayat.
Berhenti menjadi manusia-manusia instan! Milikilah wawasan yang terbuka! Berjuanglah! Dan terus berjuang sampai nanti akhir hayat tiba.
0 Komentar untuk "Manusia Instan"