Blog Seputar Dunia Psikologi

Cara Mengkategorikan Kepribadian Manusia (Bag. 1)

Membahas tipologi kepribadian manusia memang sangat asyik. Terbukti siapapun yang masuk jurusan psikologi, walaupun semester awal pasti ngebet kepengen belajar langsung tentang kepribadian orang. Tetapi mereka harus sabar. Belajar psikologi dari bawah terlebih dahulu. Dasarnya, psikologi umum.

Membahas tentang cara kategori kepribadian manusia
Sesudah belajar psikologi umum yang menjadi dasarnya, pasti lama-kelamaan akan belajar psikologi kepribadian. Memahami bermacam-macam pribadi manusia dari sudut pandang para tokoh psikologi. Ada psikoanalisis, behaviorisme, kognitifisme, humanisme sampai yang paling akhir adalah transendental.

Pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, mengapa kita tertarik dengan kepribadian orang?

Saya yakin tidak semuanya bertanya mengenai hal itu. Banyak dari kita tertarik dengan pertanyaan, “Kepribadianku apa? Introvert atau ekstrovertkah? Sanguin atau koleriskah?” Dan.. semua tes kepribadian yang beredar di dunia maya memperkeruh pemahaman kita tentang kepribadian. Seolah-olah kepribadian itu statis dan mutlak!

Padahal, kalau kita belajar lebih dalam mengenai psikologi kepribadian, kita akan menyadari satu hal bahwa kepribadian itu bersifat dinamis! Tetapi.. yah.. memang sudah kadung banyak info-info yang mengarahkan pada suatu stigma kepribadian bersifat statis. Ironinya, ada juga tuh yang sudah belajar psikologi di dunia akademisi, masih saja gak yakin dengan sifat dinamis kepribadian. Mereka coba mencoba alat tes psikologi, sana sini untuk meyakinkan diri, kepribadiannya dalam kategori apa. Hemph... #ngelusdada

Walaupun begitu, kita maklumi saja ya?

Berbicara lebih dalam mengenai kategori kepribadian, sebenarnya tidak ada batasan tetap. Seperti yang sudah dicontohkan oleh para ilmuwan. Mereka bebas untuk menyatakan hasil penelitian mereka mengenai kategori kepribadian tersebut. Pun kita juga memiliki hak yang sama untuk itu.

Untuk mengkategorikan kepribadian ini, tidak asal-asalan. Harus menggunakan metode dan landasan pemikiran yang tepat. Hal tersebut ditetapkan agar siapapun yang ingin mengkategorikan kepribadian manusia, tidak melanggar kode etik. Contohnya saja ketika kita melihat perempuan menangis. Maka kita tidak boleh langsung mengkategorikan bahwa perempuan tersebut lemah. Kita harus memastikan terlebih dahulu alasan dia menangis. Bisa saja, perempuan tersebut sudah dari sejak lama menahan beban masalah yang tak kunjung usai dan baru saat itu dia menangis. Jika memang seperti itu, apakah perempuan ini lemah? Tentu saja tidak. Dia perempuan kuat. Tangisan yang kita lihat itu adalah batas wajar dari perempuan tersebut menahan beban masalah.

Tidak sampai disitu. Ketika kita ingin menarik satu kesimpulan mengenai kategori kepriadian manusia, kita harus sebanyak mungkin melihat kesamaan dari subyek yang akan kita teliti. Kita lanjutkan contoh di atas. Setelah melihat perempuan tersebut menangis dan kita tahu latar belakangnya, yaitu menahan beban masalah terlalu lama, maka kita tahan asumsi kita sebatas kesimpulan “Perempuan tersebut kuat. Wajar jika perempuan tersebut menangis karena sudah terlalu lama menahan berat beban masalah”. Selanjutnya, kita harus mencari perempuan lain untuk kita tanya. Bagaimanakah reaksi mereka ketika menahan beban masalah selama perempuan yang pertama? Pasti perempuan yang kita tanyai satu persatu tersebut memiliki jawaban berbeda. Jumlah perempuan yang kita tanyai, juga tidak boleh nanggung. Minimal kita bertanya pada 100-500 orang. Barulah kita memiliki satu kesimpulan yang cukup kuat.

Nah.. itulah caranya orang-orang yang belajar psikologi mengkategorikan kepribadian. Gak ngasal. Gak ngawur. Gak juga sesuai dengan asumsi-asumsi ngawur lainnya. Mengkatehorikan kepribadian harus memiliki dasar yang sangat kuat dan bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

0 Komentar untuk "Cara Mengkategorikan Kepribadian Manusia (Bag. 1)"

Back To Top